Perjumpaan dengan Si C!

Sebuah ilustrasi. Sumber: freepik

Sudah banyak yang berjumpa dan "berteman" dengan si C ini belakangan. Ah bahkan sejak 2019 silam. Kalian pasti paham si C yang saya maksud! Iya benar si C yang konon Katanya dari Wuhan itu. Eh atau sebenarnya dia dari Negeri Paman Sam, ya? Eheeeeeum. 

Saya terdeteksi disapa si C pada akhir Juli 2021. Kira-kira tanggal 27. Awalnya adik saya lalu kakak saya dan akhirnya merambat ke semua angora keluarga kecuali mama dan keponakan berusia 10 bulan. Huft! Hasilnya memang bukan POSITIF tapi REAKTIF. Bisa saja ada diantara kami atau mungkin saya sendiri tidak sepenuhnya dihinggapi si C. Tapi e tapi.. Saya tinggal di Kupang. Swab PCR di sini berbeda dengan kalian yang ada di kota besar. Saya swab PCR 1 hari berselang setelah antigen dinyatakan reaktif. 

Kalian mau tau hal mencengangkan apa yang terjadi selanjutnya? Kami harus menanti hasil keluar paling cepat 7 hari berikutnya. Iya. Kalian tidak salah baca. Tebak! Hingga tulisan ini saya buat Hasil PCR tersebut belum juga menunjukkan batang hidungnya. HEHEHE. Konyol bin lucu, ya! Oh iya, saya swab di salah satu unit pemerintah, ya, gratisan. Jadi begitulah~ Ini baru satu pengalaman saya punya pengalaman trekant vaksin yang juga menyakitkan bin konyol nan lucu juga. :) 

Berbekal hasil antigen yang reaktif, kami sekeluarga pun melakukan isolasi mandiri. Mama dan Celo, keponakan saya, mengungsi ke rumah keluarga kami yang kebetulan sedang kosong. Jaraknya 2-3 lagu berdurasi 3 menit. 

Sejujurnya, si C tidak semenyeramkan yang saya bayangkan. Sejujurnya (lagi) saya membayangkan diri saya akan seperti pesakitan, lemas, panas, batuk, pilek yang pastinya menyiksa. Belum lagi jika lidah tak bisa merasakan makanan. Alamak! Itu bagian tersedih yang saya bayangkan. 

Nyatanya, sejak hari pertama dinyatakan reaktif, saya "hanya" mengalami batuk kering. Itupun terjadi di hari 3-4 pertama. Namun, meski "hanya" batuk kering ini cukup menyiksa di malam hari. Membuat saya harus menebus jam tidur keesokan harinya.

Penciuman dan indera perasa saya pun tidak mengalami perubahan. Saya tetap bisa merasakan kuah ikan yang asam, bakso yang asin, juga roti kiriman tetangga yang manis apalagi ditambah selai nanas! Yuuum! Selain batuk kering saya juga "hanya" merasa kelelahan. Beberapa hari pertama saya lebih banyak menghabiskan sebagian waktu saya untuk tidur. Hasilnya, badan terasa lebih segar di sore hari. Aaaah tidur siang itu memang nikmat. 

Semasa isolasi pun saya juga lebih malas membuka smartphone atau sosial media. Rasanya seperti penat saja! Hingga akhirnya saya memulai kebiasaan baru diet digital! Saya sempat menonaktifkan IG saya 2 minggu belakangan (harus saya aktifkan lagi untuk keperluan pekerjaan dan portofolio as well) dan saya memulai kebiasaan baru memakai smartphone hanya dari pukul 09.00 hingga pukul 17.30. 

Seperti dugaan, hidup jadi lebih plong dan lebih well-organized. Saya jadi punya waktu lain untuk mengerjakan hal-hal yang saya sukai dan sedang saya kejar. Menonton pertunjukan cerita via Youtube, TedX, nonton film, hingga brainstorm dengan diri sendiri terkait peningkatan performa personal dan profesional. Duileeeeh berat! 

Di satu sisi bagi saya perjumpaan saya dengan si C ini memang cukup membawa berkah. Entah saya tidak yakin sepenuhnya di si C ada dalam tubuh saya selama ini merujuk pada gejala yang menurut saya terlampau ringan terjadi. Bukan sombong ya, bukan! 

Berkah juga untuk kami di rumah untuk lebih menghargai setiap pekerjaan rumah tanga yang ada, bagaimana melihat relasi dengan orangtua khususnya Bapak saya yang wah sungguh beberapa kali kami harus berkelahi HAHAHA, juga semakin peduli dengan keadaan di rumah. Sejak isolasi menyapu dan mengelap setiap sudut dengan disinfektan menjadi  candu baru saya. 

Saya bersyukur mengalami perjumpaan ini dengan si C! Menjadi "teman" untuk berberapa hari. Bersyukur pula semua anggota keluarga sudah bermusuhan dengannya dan kami sekeluarga sudah tinggal seatap. Semoga ini menjadi perjumpaan pertama dan terakhir. Terima kasih, teman sementara saya, C! Terima kasih atas pahit manis yang kamu berikan. Saya berharap kamu tidak lagi berteman dengan semakin banyak dari sesama saya. 

Kalau pun harus tak perlu berlama-lama. Cukup. Tak perlu beri lagi banyak air mata untuk kami. Kamu kembali saja, ya ke alammu! Entah di mana itu. Kami banyak belajar banyak darimu. Sungguh. 

Terima kasih sekali lagi atas perjumpaan ini. Sampai tak jumpa lagi! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SAKSI BISU CERITA SAKTI SANG RAJA

Recipe to Combat Stunting: Upgraded Resources and Supportive Policies

Turis Lokal Minggir!