Melanggengkan 24/7
credit to freepik.com |
Bekerja dari rumah di zaman yang serba dari rumah ini pada awalnya menyenangkan. Selamanya juga akan bisa menyenangkan, asalkan satu kata ini tercapai: SALING!
Saling memahami jika semua punya beban kerja lebih kalau bekerja dari rumah. Saling menyadari kalau dunia setiap orang tidak hanya berpusat pada dunia kerja. Saling mendukung sesamanya memperoleh kepenuhan diri secara raga dan rasa.
Banyak teman saya yang bekerja dari ruamah yang berbagi cerita tentang supervisor mereka yang lupa waktu bertanya pekerjaan. Padahal sudah malam. Ada juga yang menggelar rapat virtual berjam-jam bahkan setelah jam kerja pada umumnya. Memaksa parapekerja duduk berjam-jam depan layar tanpa ampun. Padahal ada studi yang memaparkan bahwa kini duduk berlama-lama adalah merokok dalam versi lain. Juga ada yang tak kenal hari. Sabtu atau Minggu pun tetap memberi tenggat waktu pekerjaan pada stafnya.
Saya sendirisejak berpindah ke tempat kerja baru akhir tahun 2020 tidak ingin mengalami hal serupa. Saya tegas pada diri sendiri bahwa jam kerjamaksimal saya setiap harinya 8 jam. Meski memang pekerjaan saya berbasis hasil bukan waktu. Itulah peraturan saya. Belum lagi sistem bekerja saya remote tidak bertemu dengan rekan atau atasan di kantor. Sejak awal saya berpikir bisa jadi hal-hal yang teman saya alami bisa terjadi pada saya.
Awal-awal bekerja di kantor baru saya merasa semua baik-baik saja. Semuanya menerapkan si saling yang saya sebutkan di awal. Namun beberapa waktu ke belakang sempat terjadi beberapa kali 'pelanggaran'. Saya tak acuh dengan hal tersebut. Setlah pukul 17.00 WITA saya biasanya tidak akan merespon segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan. Saya akan membalasnya di hari baru. Lama-lama masih ada beberapa 'pelanggaran' kecil. Bahkan pernah terjadi ketika saya sedang terserang COVID.
Saya sampai harus menghapus aplikasi WhatsApp untuk menghindari hal-hal tersebut. Bahkan setelah pulih saya membuat batasan baru: hanya mengaktifkan ponsel sejak 09.00 hingga 17.00.
Rasanyaaaaa.. wah menyenangkan sekali! Selain tidak perlu lagi menghindar, saya merasa lebih punya banyak waktu dengan diri sendiri dan melakukan kegiatan lain ketimbang harus menatap layar ponsel.
Hari ini saya kembali terusik. Salah satu rekan kerja memberikan pekerjaan pada saya yang memang harus saya selesaikan. Namun bukan prioritas jobdec saya. Diberikan 50 menit sebelum pukul 17.00 pada hari Jumat. "Ditunggu segera" begitu katanya. "Saya tak bisa berjanji" Kata saya. "Ditunggu hari Minggu, ya" Katanya.
Jujur, saya merasa tidak nyaman. Sabtu dan Minggu adalah waktu libur saya. Saya tidak ingin terusik dengan itu. Belum lagi saya juga punya jobdesc utama yang sedang saya kerjakan dan saya kebut pula penyelesaiannya. Hal-hal seperti ini harus menjadi suatu pemahaman dan konsensus bersama. Bahwa setiap orang memiliki dunianya sendiri tidak hanya untuk pekerjaannya.
Saya bukan ingin ngomel-ngomel atau menyindir atau menjelek-jelekan seseorang. Tidak. Hanya ingin menjadi refleksi bersama. Bukan berarti juga saya secara strict bekerja hanya selama 8 jam sesuai peraturan.Saya juga akui terkadang saya 'bolos' saat bekerja. Atau bahkan sesekali di akhir pekan saya buka laptop dan mengerjakan pekerjaan kantor.
Yang saya, atau yang saya pikir semua dari kita butuhkan adalah sebuah kepekaan untuk saling memahami, menyadari, dan mendukung sesama di situasi yang seperti ini. Andaikan saja si kolega saya menyampaikan maaf terlebih dahulu lalu tidak ada tendesius seperti itu saya rasa suasana akan lebih baik. Bahkan saya pun tanpa diminta akan mengerjakannya walau di akhir pekan.
Semoga siapapun yang memnemukan tulisan ini dan membaca hingga akhir menjadi orang yang tidak melanggengkan bekerja 24/7, tanpa kenal waktu. Kita hanya butuh saling paham, sadar, dan dukung.
Komentar
Posting Komentar