Seberapa Pedantis Kamu?
Sumber: https://words-demystified.quora.com/Pedantic |
Suka gemas gak, sih, kalau ngebaca tulisan tapi gak sesuai sama kaidah yang berlaku? Misalnya, nama diri gak pakai huruf kapital, diakhir kalimat gak ada tanda titik, atau 'di' yang harusnya dipisah malah digabung, padahal menghubungkan kata keterangan tempat. Kalau kamu adalah salah satu yang ngerasa gemas, itu (bisa jadi) tandanya kamu seorang pedantis!
Pedantis kalau dicari di kbbi.web.id belum ada, sih, artinya. Kata ini muncul dalam salah satu tulisan Ivan Lanin dalam bukunya Xenoglosifilia: Kenapa Harus Nginggris?. Pedantis, akar katanya berasa dari bahasa Inggris, pedantic. Kalau menurut Oxford Dictionary, pedantic (adj) too worried about small details or rules. Beberapa sumber lain menyatakan istilah ini kerap ditujukan dalam konteks akurasi literal. Kalau mau dicari lebih dalam, arti kata ini juga bisa berkonotasi negatif: terlalu formal, kaku, bebal. Uda Ivan, begitu ia disapa, mengusulkan pedant untuk bisa diserap ke bahasa Indonesia dan menjadi pedantis, karena merupakan kata sifat.
Pedoman Umum Pembentukan Istilah menyatakan bahwa sufiks -ic dari bahasa Inggris diserap menjadi -ik. Di satu sisi aturan lain juga menyatakan, untuk sufiks yang diganti menjadi -ik diterapkan untuk kata benda, sedangkan -is diterapkan untuk kata sifat (Lanin, 2019:23). Voila: jadilah pedantis.
Entah kenapa dari beberapa kata baru yang muncul di buku ini kata ini cukup nancep di memori. Karena mungkin saya pedantis kali, ya? Sebagai pekerja yang banyak berurusan dengan tulisan dan konten, saya kerap kali merasa risih jika ada ketidaksesuaian pelafalan, ejaan, atau tanda baca.
Tak jarang kurang tanda titik pun membuat saya harus kembali merevisi sebuah konten yang sudah layak tayang. Hal lainnya ketika berkomunikasi via teks melalui gawai saya kerap kali menerapkan kaidah penulisan yang tepat. Seperti, "Kalau Sabtu selo, jalan, yuk!" (uhuy gercep) atau kalau nyebutin nama diri hurufnya dikapitalin atau kalau nulis Anda, ya, huruf 'a'-nya kapital. Nah kalau kayak gini-gini terus dibilang, oh perfeksionis, dong! Bisa jadi.
Di sisi yang berbeda, saya punya beberapa kali pengalaman salah menafsirkan pesan teks karena alpanya si pengirim pada penggunaan tanda baca yang sesuai. Salah satu yang pernah saya ingat, saya pernah mendapat pesan seperti ini: "eh kita ketemu disma8 ya". Saya mengartikan kita akan bertemu di kafe bernama Disma (yang memang kebetulan ada). Padahal maksud si pengirim adalah di SMA 8. Hal-hal kecil seperti ini sering sekali terjadi, ditambah lagi sebagai pekerja di bidang komunikasi, patut rasanya bagi saya untuk menjadi seorang yang pedantis. Idulfitri bukan Idul Fitri. 'Dimana' tidak bisa digunakan sebagai 'which is' untuk menghubungkan kalimat. Kata dalam bahasa Inggris harus diformat miring. Itu adalah beberapa contoh betapa (cukup) pedantisnya saya. (ah masa iya? ini aja huruf kecil semua~ pakai tanda '~' lagi, yang entah apa artinya). Poinnya sebenanrnya bukan seberap pedantis juga, sih, lebih ke sedang belajar untuk bisa lebih taat ke kaidah atau aturan yang berlaku aja, karena rasanya menarik dan patut dikuasai.
Kalau kamu, seberapa pedantis? Terus kamu pedantisnya dalam hal apa?
Komentar
Posting Komentar