Warisan dan situs budaya di Sianjur Mula-mula memang berlimpah, seperti yang pernah saya katakan. Tempat yang ingin saya ceritakan ini terletak di Bukit Sulatti, Desa Limbong-Sagala. Tempat ini akrab disebut Sopo Guru Tatea Bulan. Sopo dalam bahasa Batak Toba berarti rumah. Tempat ini menjadi gambaran cerita kehidupan dari putera sulung Siraja Batak: Guru Tatea Bulan. Kesan pertama melihat tempat ini saya pikir tempat ini merupakan kuburan. Apalagi saat saya tiba, terdapat beberapa orang yang ramai seperti sedang berziarah. Sopo Guru Tatea Bulan tampak depan Patung keempat pelayan Raja (empat sebelah kiri) Dugaan saya salah. Tempat ini merupakan saksi bisu beragam cerita sakti Sang Raja juga keturunan serta kerabatnya. Tidak hanya sebagai saksi bisu tempat ini juga menjadi tempat ziaraah, berdoa, serta pemujaan kepada leluhur bagi mereka yang percaya. Pada bagian depan Sopo terdapat 4 patung perempuan di sebelah kanan yang sedag menumbuk padi dan 3 patung p...
Imagine you are faced with a critical challenge, but you have limited skill, competence, and support to overcome it. Are you sure you can combat that? You might be able to solve the obstacle, but are you sure it will obtain maximum outcomes? A similar analogy might be implied for one of the most critical health cases in Indonesia: stunting. Are you sure we can combat stunting if our resources have limited skill and competence, as well as an unsupported policy? According to the Indonesia Nutritional Status Survey (2022), the province with the highest case of stunting is Nusa Tenggara Timur (NTT). Stunting is more than a short stature. It has a strong connection to the long-term life of a human being. Theoretically, stunting is the impaired growth and development that children experience as a result of inadequate psychosocial stimulation, repeated infections, and poor nutrition. Some of those consequences include poor cognition and educational performance, low adult wages, lost pr...
Pulau Rote cantik sekali! Meski ada yang diskriminatif, di lokasi yang satu ini saya diperlakukan dengan baik! Ntaps~ "Kaka.. Son bisa pi sana. Di sana (tempatnya) bule dong!" "...." Beberapa detik di awal saya terdiam. Oh ini, ya, rasanya terasing di tanah sendiri. Kami yang tampaknya bukan turis asing dan bahkan berbahasa yang sama dengan yang menegur kami dianggap tidak layak atau tidak pantas ke tempat yang ia katakan merupakan tempat para bule, yang merujuk pada mereka yang tidak berasal dari Indonesia. Rasanya hal ini bukan hanya terjadi pada kami, saya dan teman, tetapi terjadi pada banyak orang lain di wilayah lain, terutama yang jumlah turis baik lokal maupun mancanegaranya berkali-kali lipat lebih banyak dibandingkan tempat saya berkunjung, Rote. Bali, Labuan Bajo, Samosir, Lombok, bisa jadi daerah yang banyak mengalienasi turis lokal. Contohnya kayak di tulisan ini , ini , dan ini . Tebakan saya ini terjadi karena kita masih mengaggap merek...
Komentar
Posting Komentar