RAHASIANYA SATU : TIDAK MENYERAH!


Saya ingin mengawali cerita kilas balik dengan menceritakan ulang satu momen terbaik saya di 2019. Cerita saya ke Montana, US.



Mari kita mundur sejenak ke tahun 2019. Tepatnya Agustus 2019.
Tetapi sesungguhnya semua dimulai lebih dini lagi. April 2019.

***
                Semua cerita ini diawali dari mimpi masa SMA: ingin bersekolah di luar negeri. Bahkan saya , bermimpi, usai tamat SMA, saya ingin berkuliah di luar negeri. Entah di Australia, Amerika, Inggris, atau negara-negara lainnya. Yang penting punya teman berambut pirang asli dan bisa berbahasa Inggris cas cis cus. Satu semester sebelum lulus, saya kembali teringat pada mimpi tersebut. Tapi saat itu tampaknya memang mustahil untuk mewujudkan impian saya. Iya… saya belum riset secara mendalam kampus yang saya mau, apa saja persyaratannya, persiapan TOEFL, bagaimana cara saya bersekolah dengan beasiswa atau mau menjual ginjal bayar sendiri, dsb. Saya pun mengubur impian ke luar negeri saya dalam-dalam hingga saya menyelesaikan studi S1 saya di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Saya lulus lalu bekerja lalu impian yang sudah saya kubur itu perlahan mulai muncul kembali. Ah coba daftar beasiswa magister ah.. Pikir saya waktu itu. Ternyata gagal. Ah coba daftar kursus bahasa dari Australian Awards ah.. Ternyata gagal. Ah coba daftar beasiswa lagi ah.. Gagal lagi.
                Momen-momen kegagalan tersebut sungguh menjadi tamparan yang sangat menyayat hati saya. Rasanya ingin menyerah saja. Sayang, menyerah bukan tradisi keluarga saya. saya terus memotivasi diri sendiri dengan belajar otodidak sambil membayangkan suatu hari bisa makan kentang goreng di Amerika atau di Eropa. Hingga satu hari sahabat saya, Aiz, hadir dengan ceritanya, motivasinya, dukungannya. Ia membantu menghantar saya ke Montana, salah satu negara bagian di United States of America.

***



I took this on the Major of Missoula office's

                Singkat cerita, Aiz merupakan salah satu alumni dari program yang saya ikuti, YSEALI Academic Fellowship. Dia mengikuti kegiatan ini pada tahun 2018. Kala itu awal 2019, Aiz memberikan informasi pembukaan pendaftaran pada saya. Pemberitahuan pertama, sungguh-sungguh tidak saya gubris. Sepertinya masih melekat trauma pada diri saya. Trauma ya..bukan menyerah. Menyerah bukan tradisi kami! Pemberitahuan kedua… Masih saya abaikan namun hati saya mulai tergerak. Coba sudah… coba saja…kalau gagal.. coba lagi. Rasanya saya mau balas hati kecil saya, ‘heh kau cuma bagian omong saja… otak saya dan tangan saya ini yang bagian pikir dan tulis!’. Saya pun akhirnya mencoba untuk mendaftar. Saya mengisi formulir dan mengirimkannya tanpa beban sama sekali. Nothing to lose. Kalau kata-kata bijak di google.
Sebulan kemudian…
Kala itu saya sedang berada di lokasi kerja saya di Pulau Semau. Koneksi internet cukup tidak bersahabat. Beruntung teman dekat saya yang sedang berada di Kupang memberitahukan informasi tersebut pada saya. Kebetulan email saya belum logout dari ponselnya. Informasi tersebut mengatakan bahwa saya diundang untuk mengikuti seleksi wawancara YSEALI Fall Academic Fellowship 2019. Hati saya rasanya mencelos saat itu. Ingin menangis, tapi kala itu sedang dalam pertemuan bersama warga. Saya hanya bisa bersyukur dan berdoa di dalam hati. Ya Tuhan… beta punya mimpi su maju satu langkah.


***
Sehari setelah memperoleh pemberitahuan tersebut, saya pun kembali ke Kupang untuk mempersiapkan diri. Saya mempelajari berbagai hal untuk mempersiapkan diri semaksimal mungkin hingga melakukan simulasi wawancara dengan beberapa alumni. Hari yang dinanti tiba. Saya dijadwalkan melakukan wawancara via skype selama maksimal 10 menit pada pukul 16.40 WITA. satu jam sebelumnya saya sudah siap. Sangat siap. Saya tidak mau terlambat sedetik pun. Apalagi yang saya ingat, orang asing seperti American doyan tepat waktu. Saya ingat betul hari itu. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 WITA. Jantung saya rasanya seperti mau meledak. Tangan saya dingin seperti baru tiba dari Antartika. Pukul 16.40 WITA saya semakin deg-degan tidak karuan. Tapi lalu saya terdiam. Dari deg-degan saya kemudian menjadi cemas. Saya belum juga dihubungi.
Pukul 16.45 WITA, belum juga. Bahkan hingga pukul 17.00 WITA saya tidak dihubungi. Rasa deg-degan saya berubah menjadi cemas lalu berubah menjadi sedih. Saya menangis karena merasa saya tidak dihubungi karena mungkin saya memang tidak akan terpilih. Saya sudah hampir putus asa. Tiba-tiba pukul 17.04 WITA saya dihubungi oleh US Embassy kantor perwakilan Surabaya. PUJI TUHAAAN! Dengan gerakan kilat saya merapikan rambut dan pakaian saya, tidak lupa pipi saya yang terkena beberapa tetes air mata. Saya angkat telepon tersebut. Tidak ada rasa gugup, kecewa, atau sedih. Tersisa rasa lega di dada. Saya menjawab setiap pertanyaan dengan santai dan ringan Kedua pewawancara melakukan tugas mereka dengan sangat baik hingga saya tidak tersadar telah sampai pada penghujung wawancara. Enam menit 10 detik yang paling berharga sudah saya lewati. Saatnya menanti. We’re going to contact the selected participants by two weeks. If you aren’t get the information you may try next cohort. Itu kata-kata terakhir yang saya ingat. Ya… dua minggu lagi. Dua minggu lagi.
Seperti yang Anda tebak. Dua minggu penantian yang menyengsarakan bagi saya. Setiap hari tanpa melakukan refreh pada tab kotak masuk email. Tiga minggu berlalu. Pupus harapan saya. Kita coba lagi lain kali di program yang lain, saya coba menguatkan diri. Hingga pada satu siang ketika saya sedang ingin mengirimkan laporan pada atasan, kabar bahagia itu datang juga! Saya dinyatakan terpilih bersama dengan kesembilan teman lain dari satu tema yang sama. Saya sungguh bersyukur hari itu. Lagi-lagi pipi saya basah oleh beberapa titik air mata.

***
Perjalanan dimulai. Sebelum berangkat kami mulai disibukkan dengan berbagai persiapan yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya. Untuk hal tersebut, saya pun akhirnya harus rela bolak-balik Kupang-Semau mengurus ini dan itu. Mulai dari mengurus paspor, mengisi berbagai consent form, membuat esai, membuat tulisan ini-itu, hingga persiapan lain yang menguras tenaga dan pikiran. Namun yang pasti saya sangat sangat sangat senang melakukannya saat itu. Bahkan satu hal yang paling saya ingat adalah ketika saya harus pergi ke Kupang pada malam hari lalu pada keesokan paginya harus kembali ke Semau untuk urusan pekerjaan. Hal lain adalah ketika saya melakukan wawancara visa. Kala itu saya berangkat pada pagi hari ke Surabaya hanya dengan membawa satu tas samping—hanya seperti hendak ke mall—lalu kembali ke Kupang pada sore harinya. Sungguh tidak akan pernah saya lupakan.
Setelah semua urusan selesai hari yang dinanti pun tiba… 21 Agustus 2019. AMERIKA, BETA DATANG!

                                                                                                                                                                …….to be continued

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SAKSI BISU CERITA SAKTI SANG RAJA

Turis Lokal Minggir!

AIR TUJUH RASA DI DESA AEK SIPITU DAI