MENENGOK KE TIMUR LEWAT SAI RAI
DATA BUKU
Judul SAI RAI
Penulis DICKY SENDA
Penerbit GRAMEDIA
Cover depan Sai Rai |
Perkenalan pertama saya dengan Sai Rai terjadi di Gramedia Kupang. Saya lumayan sering window shopping di Gramedia. Entah kenapa. Saya menikmati momen-momen membaca buku atau sekedar judulnya saja tanpa membeli. Saya melihat cover buku ini cukup menarik. Kebetulan ada satu bukunya yang sudah tidak lagi disegel. Tangan saya pun langsung bergegas menuju halaman belakang: mengecek biodata penulisnya. Sorry.. bukan cek harga. Haha. Kan sudah tidak disegel! Dicky Senda. Saya pernah membaca sekilas tentang penulis ini. Beliau adalah putra asli tanah Timor, tepatnya dari Timor Tengah Selatan (TTS), yang menginisiasi Lakot.Kujawas. Saya tidak akan bercerita tentang Lakoat.Kujawas, karena ini tulisan ini adalah tulisan mereview buku. Singkat cerita mengetahui sang penulis ada putra daerah dan buku ini merupakan kumpulan cerita pendek; tanpa berpikir dua kali saya pun membeli buku ini.
Buku ini terdiri dari 18 cerita pendek (cerpen). Latar cerita secara umum diangkat tentang kebudayaan orang Mollo, TTS, NTT. Membaca cerita pertamanya yang berjudul, Suatu Hari di Bioskop Sunlie, jujur saya langsung jatuh cinta dan penasaran melahap habis isi buku ini. Masuk ke cerpen kedua, A'benos dan Perempuan yang Agung. Saya semakin tidak sabar melanjutkan ke cerita-cerita berikutnya. Jujur saja diantara ke-18 cerpen, cerpen kedua ini adalah salah satu favorit saya.
Mungkin kalian pernah mendengar tentang cerita-cerita orang yang tenggelam di sebuah wilayah, entah danau atau sungai, dan sebagainya. Sangat relatable, cerita ini seringkali saya dengar saat masih bersekolah dasar dan menengah di Kupang dan Ende. Cerpen kedua ini mengangkat tentang kisah tersebut. Tentang seorang perempuan yang diceritakan melalui sudut pandang orang pertama, 'aku'. Diceritakan dengan plot campuran, maju-mundur. Awalnya pembbaca dibuat menebak-nebak. Hingga akhirnya diungkap pada paragraf terakhir yang intinya tentang si 'aku' yang tenggelam di sebuah kolam air terjun.
Menariknya, Dicky membawa pembaca untuk berimajinasi tentang apa yang terjadi di bawah sana, di ruang yang secara fisik dan logis tidak dapat manusia sentuh. Pada paragraf pembuka diceritakan tentang penemuan jenazah perempuan 'aku' tersebut. Beralih ke paragraf-paragraf berikutnya pembaca diajak untuk melihat apa yang terjadi dan dialami tokoh 'aku'. Bahwa ia mengalami sebuah penyambutan besar oleh seorang pemimpin bernama A'benos beserta para penduduk atau pengikutnya.. Ah entahlah. Tokoh 'aku' juga mengalami pembebasan atas segala beban hidupnya di dunia. Di sini pembaca disuguhkan dengan latar cerita tokoh 'aku'; yang bagi saya juga mewakili latar cerita banyak tokoh di dunia nyata yang menyanyat hati. Bahwa tokoh 'aku' pernah dilecehkan seoleh ayah dan kakak kandungnya yang biadab (sungguh saya paling benci dengan jenis mahluk berotak k8nTl seperti ini), ibunya yang meninggal secara tragis, ibunya juga yang dengan tega menjual anaknya pada sahabat lelakinya karena kalah taruhan. Dicky menyebutnya dengan kata menjual. Jujur saya benci dengan kata menjual. Tidak hanya di cerpen ini tetapi juga di banyak pemberitaan media. Kaim perempuan ni bukan barang ko, kaka-kaka dong! :(
Serta masa lalu kelam tokoh 'aku' lainnya. Setelah mengalami serangkaian penyambutan dan pembebasan, tokoh 'aku' kemudian dikembalikan ke dunia manusia. Di sini lah pada paragraf akhir diceritakan berhasilnya proses upacara adat tiga hari mencari jenazah tokoh 'aku'. Sangking sukanya akhir cerita saya lantas membaca lagi cerpen ini untuk kedua kali sebelum hijrah ke cerita ketiga.
Cerpen kedua, one of my favorites |
Mungkin kalian pernah mendengar tentang cerita-cerita orang yang tenggelam di sebuah wilayah, entah danau atau sungai, dan sebagainya. Sangat relatable, cerita ini seringkali saya dengar saat masih bersekolah dasar dan menengah di Kupang dan Ende. Cerpen kedua ini mengangkat tentang kisah tersebut. Tentang seorang perempuan yang diceritakan melalui sudut pandang orang pertama, 'aku'. Diceritakan dengan plot campuran, maju-mundur. Awalnya pembbaca dibuat menebak-nebak. Hingga akhirnya diungkap pada paragraf terakhir yang intinya tentang si 'aku' yang tenggelam di sebuah kolam air terjun.
Menariknya, Dicky membawa pembaca untuk berimajinasi tentang apa yang terjadi di bawah sana, di ruang yang secara fisik dan logis tidak dapat manusia sentuh. Pada paragraf pembuka diceritakan tentang penemuan jenazah perempuan 'aku' tersebut. Beralih ke paragraf-paragraf berikutnya pembaca diajak untuk melihat apa yang terjadi dan dialami tokoh 'aku'. Bahwa ia mengalami sebuah penyambutan besar oleh seorang pemimpin bernama A'benos beserta para penduduk atau pengikutnya.. Ah entahlah. Tokoh 'aku' juga mengalami pembebasan atas segala beban hidupnya di dunia. Di sini pembaca disuguhkan dengan latar cerita tokoh 'aku'; yang bagi saya juga mewakili latar cerita banyak tokoh di dunia nyata yang menyanyat hati. Bahwa tokoh 'aku' pernah dilecehkan seoleh ayah dan kakak kandungnya yang biadab (sungguh saya paling benci dengan jenis mahluk berotak k8nTl seperti ini), ibunya yang meninggal secara tragis, ibunya juga yang dengan tega menjual anaknya pada sahabat lelakinya karena kalah taruhan. Dicky menyebutnya dengan kata menjual. Jujur saya benci dengan kata menjual. Tidak hanya di cerpen ini tetapi juga di banyak pemberitaan media. Kaim perempuan ni bukan barang ko, kaka-kaka dong! :(
Serta masa lalu kelam tokoh 'aku' lainnya. Setelah mengalami serangkaian penyambutan dan pembebasan, tokoh 'aku' kemudian dikembalikan ke dunia manusia. Di sini lah pada paragraf akhir diceritakan berhasilnya proses upacara adat tiga hari mencari jenazah tokoh 'aku'. Sangking sukanya akhir cerita saya lantas membaca lagi cerpen ini untuk kedua kali sebelum hijrah ke cerita ketiga.
Lanjut ke ceritaketiga dan seterusnya saya beberapa kali mengerutkan kening. Secara harfiah ya, tentu. Karena merasa ada rangkaian kata-kata Dicky yang sulit saya pahami. Asing tetapi terasa nyata. Asing karena saya rasa itulah seninya dunia kata dan kalimat dalam karya tulis. Nyata karena latar yang diambil seputar tanah kelahiran saya Nusa Tenggara Timur, khususnya Kupang. Saya butuh membaca kalimat yang sudah lewat saya baca dua hingga tiga kali. Ingat 'kan yang sebelumnya saya bilang tentang saya harus mencerna informasi baru yang sulit beberapa kali. Tetapi saya sangat menikmatinya karena membuat saya berpikir.
Tebal buku ini hanya 144 halaman. Dalam sekali baca, rata-rata orang pasti bisa menghabiskannya. Tetapi saya selesai membacanya dalam dua hari karena terpotong rasa kantuk saat malam sebelum tidur. Ya.. saya kini sedang berusaha tidur dengan menggunakan stimulus dari buku bukan dari smartphone yang nyatanya membuat saya merasa stupid. Oh Tuhan tolong... saya mau kembali ke zaman Nokia 1100 sahaja!
Yang pasti sebagai pecinta karya cerpen, saya rekomendasikan buku ini menjadi salah 1 daftar bacaanmu. Untuk yang merasa punya darah entah Timor, Flores, Manggarai, Adonara, dan kawan-kawan Flobamorata lainnya.. Sangat wajib sih membaca, terutama yang tinggal di Timor karena cerita ini akan sangat terasa lekat dan dekat. Tetapi lebih dari itu sebagai bentuk apresiasi lah yah untuk Kaka Dicky; membanggakan sekali rasanya NTT punya penulis superrrrrr kereeen. Kalo orang Timor bilang talalu kembo.
Untuk yang bukan NTTs, boleh lah Sai Rai jadi alternatifmu, jendelamu, untuk melihat sejenak ke Timur dari perspektif lokal yang kental.
Judul cerita lainnya yang saya sukai |
Tebal buku ini hanya 144 halaman. Dalam sekali baca, rata-rata orang pasti bisa menghabiskannya. Tetapi saya selesai membacanya dalam dua hari karena terpotong rasa kantuk saat malam sebelum tidur. Ya.. saya kini sedang berusaha tidur dengan menggunakan stimulus dari buku bukan dari smartphone yang nyatanya membuat saya merasa stupid. Oh Tuhan tolong... saya mau kembali ke zaman Nokia 1100 sahaja!
Yang pasti sebagai pecinta karya cerpen, saya rekomendasikan buku ini menjadi salah 1 daftar bacaanmu. Untuk yang merasa punya darah entah Timor, Flores, Manggarai, Adonara, dan kawan-kawan Flobamorata lainnya.. Sangat wajib sih membaca, terutama yang tinggal di Timor karena cerita ini akan sangat terasa lekat dan dekat. Tetapi lebih dari itu sebagai bentuk apresiasi lah yah untuk Kaka Dicky; membanggakan sekali rasanya NTT punya penulis superrrrrr kereeen. Kalo orang Timor bilang talalu kembo.
Untuk yang bukan NTTs, boleh lah Sai Rai jadi alternatifmu, jendelamu, untuk melihat sejenak ke Timur dari perspektif lokal yang kental.
Komentar
Posting Komentar