SAKSI BISU CERITA SAKTI SANG RAJA
Warisan
dan situs budaya di Sianjur Mula-mula memang berlimpah, seperti yang pernah
saya katakan. Tempat yang ingin saya ceritakan ini terletak di Bukit Sulatti, Desa
Limbong-Sagala. Tempat ini akrab disebut Sopo Guru Tatea Bulan. Sopo dalam
bahasa Batak Toba berarti rumah. Tempat ini menjadi gambaran cerita kehidupan
dari putera sulung Siraja Batak: Guru Tatea Bulan. Kesan pertama melihat tempat
ini saya pikir tempat ini merupakan kuburan. Apalagi saat saya tiba, terdapat
beberapa orang yang ramai seperti sedang berziarah.
Sopo Guru Tatea Bulan tampak depan |
Patung keempat pelayan Raja (empat sebelah kiri) |
Dugaan
saya salah. Tempat ini merupakan saksi bisu beragam cerita sakti Sang Raja juga
keturunan serta kerabatnya. Tidak hanya sebagai saksi bisu tempat ini juga
menjadi tempat ziaraah, berdoa, serta pemujaan kepada leluhur bagi mereka yang
percaya. Pada bagian depan Sopo terdapat 4 patung perempuan di sebelah kanan yang
sedag menumbuk padi dan 3 patung perempuan lainnya di sebelah kanan yang sedang
berkegiatan lain. Menurut cerita sang penjaga, Tulang Mitro Limbong, ketujuh
patung tersebut merupakan gambaran dari tujuh pelayan sang raja dahulu. Menapaki
tangga kita aakan berjumpa dengan patung hewan-hewan seperti naga, gajah,
singa, dan sebagainya yang konon merupakan kendaraan para raja. Melewati patung
para kendaraan Raja, kita akan menjumpai patung-patung yang lebih banyak
jumlahnya.
Antara
lain patung sang raja (Guru Tatea Bulan) beserta istri, kesepuluh anaknya,
serta para kerabat mereka. menurut saya yang paling menarik dari berbagai
cerita yang diceritakan Tulang Limbong adalah tentang anak pertama sang raja
dan cerita tentang Nyi Roro Kidul. Menurut cerita Tulang Limbong, anak pertama
sang raja atau yang dinamai Raja Uti merupakan orang yang sangat sakti dan
bahkan dipercay hingga saat ini masih hidup. Kesaktiannya yang terkenal antara
lain bisa berubah wujud sebanyak tujuh rupa, bahkan bisa menyerupai anak kecil,
atau celeng.
Penampakan bagian dalam Guru Tatea Bulan beserta istri dan anak laki-lakinya |
Penampakan bagian dalam |
Raja
Uti yang tidak beristri ini, menurut cerita Tulang Limbong, adalah tabib yang
sakti. Mampu menyembuhkan pelbagai penyakit dan memiliki kesaktian berpindah
kemana saja juga menghilang. Percaya atau tidak percaya, ya. Cerita tentang
Raja Uti yang terkenal juga terkait dengan buah tangannya yang kini dikenal
dengan nama Batu Hobon.
Cerita
lain yang menarik juga adalah terkait dengan cerita Nyi Roro Kidul. Saya sejak
dahulu tahu bahwa Nyi Roro Kidul merupakan penjaga Pantai Selatan di
Yogyakarta. Which means Nyi Roro
Kidul adalah seorang Jawa. Dari nama saja sudah telak, bukan? Tetapi tiba di
tanah Batak ini saya peroleh cerita bahwa Nyi Roro Kidul adalah anak dari Guru
Tatea Bulan atau dengan kata lain merupakan cucu Siraja Batak. Di sini (tanah
Batak), Nyi Roro Kidul ini dikenal dengan nama Sibiding Laut. Menurut cerita sang pemandu, Nyi Roro Kidul atau
Sibiding Laut sesungguhnya merupakan halak (orang) Batak yang merantau hingga
ke tanah Jawa dan kemudian mendiami pantai selatan. “Itu Namboru kami itu (Nyi
Roro Kidul),” tutur Tulang Limbong.
Patung kelima anak perempuan Guru Tatea Bulan. Sibiding Laut yang menumpangkan tangan. (Tidak terlalu tampak) |
Saya
sesekali hanya mengernyitkan dahi mendengar cerita Tulang Limbong. Lebih banyak
merasa kaget dan juga takjub karena memperoleh banyak cerita baru yang tidak
pernah terpikirkan saya sedetik pun. Entahlah kalian boleh percaya atau tidak.
Yang
pasti, berdasar pengamatan saya, beberapa pengunjung yang datang sungguh
percaya dengan kesaktian sang raja disini, terutama Guru Tatea Bulan dan Raja
Uti. Mereka dipercaya menjadi perantara yang ampuh kepada Sang Pencipta karena
dipercaya merupakan orang-orang yang diutus langsung oleh sang pencipta di
tanah Batak. Apalagi daerah Limbong Sagala ini terutama Pusuk Buhit dipercaya
asal muasal adanya orang Batak.
Memang
menarik sekali di Sopo Guru Tatea Bulan ini. banyak cerita yag bisa kau peroleh
jika datang kemari, apalagi jika rajin bertanya dengan sang pemandu. Letaknya yang
berdekatan dengan situs budaya lain seperti Batu Hobon, Aek Sipitu Dai, Batu
Sawan, Sigulatti, sehingga sayang sekali jika dilewati.
Komentar
Posting Komentar