HAMPIR MENANGIS
Sudah
hampir dua bulan ini, Kak Ima dan saya, mengadakan kegiatan Sabtu Bersama Kakak
di SDN 21 Simbolon Purba. Ini kegiatan yang kami gagas berdasar alasan
geografis. Ya. Letak SDN 21 ini jika ditempuh dengan jalan kaki dari Sopo
(Rumah) Belajar yang kami tempati memakan waktu kurang lebih 25 hingga 30
menit. Padahal ada beberapa dari mereka yang beberapa kali datang ke Sopo. Jika
biasanya anak-anak yang datang ke Sopo, kegiatan Sabtu Bersama Kakak ini adalah
kebalikannya. Kami yang datang pada mereka. Tidak hanya membawa beragam buku
bacaan, tetapi kami juga melakukan kegiatan bersama mereka. Kegiatan yang kami
tawarkan lebih berporos pada kegiatan yang non-kurikuler, sambil sesekali
menyelipkan hal-hal yang berbau kurikuler. Seperti, menggambar dengan sidik
jari, membuat hiasan dari barang bekas, belajar bahasa inggris melalui
multimedia, membuat prakarya dari pelepah pisang, belajar membaca dengan
menggambar, dan sebagainya.
Sabtu
kemarin (28/10) adalah pekan kesembilan kegiatan tersebut. Tiap sabtu kegiatan
ini dimulai pukul 14.00 WIB. Dengan pembagian jadwal, kelas satu hingga tiga
pukul 14.00 hingga 15.00 WIB dan pukul 15.00 hingga pukul 16.00 adalah bagi
kelas sisanya. Sayangnya, hari itu sejak pukul 11.00 WIB, Simbolon diguyur
hujan. Kami pikir jelang pukul 14.00 nanti
hujan pasti reda. Tak dinyana, bahkan pukul 14.10 WIB, hujan masih
menggelayut. Sempat kami menduga tidak ada yang akan datang karena hujan. Di
pikiran kami lainnya, pasti ada beberapa anak yang datang. Akhirnya, pukul
14.20 WIB, kami memutuskan untuk menerobos hujan, yang kemudian dalam perjalanan
berangsur-angsur reda.
Setiba
di sana….
Hati
saya terasa membeku sesaat. Anak-anak banyak yang hadir hari itu! Astaga.
Kalian yang membaca mungkin tidak mampu merasakan apa yang saya rasakan hari
itu. Sebagian dari mereka ada yang memakai jaket dan topi. Sebagian lagi dengan
sukarela membiarkan rambut mereka menari bersama hujan. Ini yang kemudian
membuat saya hampir menestekan hujan dari pelupuk mata saya. Beberapa dari
mereka berkata, “Ih.. kak… kok lama kali datangnya? Udah kami tunggu dari
tadi,”, “kami kira kakak nggak datang,”, dan celotehan lain. Dua kalimat inilah
yang paling saya ingat. Setiap sabtu bersama mereka dan rasanya sudah ada
ikatan antara kami. Mereka yang banyak tingkah, banyak bicara, ternyata bisa sweet dengan cara mereka sendiri. Mereka
yang sepertinya ogah-ogahan, ternyata memiliki niatan dan semangat untuk
kegiatan ini. Terlepas apa pun motivasi mereka. Saya menjadi malu terkadang ada
rasa malas menghampiri.
Sebelum
hampir membuat hujan di pelupuk mata sendiri, saya dikejutkan dengan salah satu
tepukan. “Ayo bawa masuk bukunya!,” itu Kak Ima. Saya tersadar lalu kami mulai
berkegiatan seperti biasa hari itu. Karena kami sungguh terlambat hari itu,
kami pun membagi menjadi dua kelas. Kak Ima mengurus anak kelas satu hingga
tiga, sedangkan saya kelas sisanya.
Bersyukur
sekali hari itu saya hanya hampir menangis. Kalau saya menangis… entah akan
diejek seperti apa oleh mereka.
Komentar
Posting Komentar