MENJADI PERANTARA PARA SAHABAT PENA
Sahabat Pena. Dua kata yang tidak lagi sering
kita dengar. Dahulu, ketika masih duduk di Sekolah Dasar kata-kata ini masih
cukup familiar. Meski jujur saya akui saya tidak memiliki sahabat pena. Tapi
kalau urusan berkirim surat, hingga duduk di Sekolah Menengah Pertama saya
masih mengalaminya. Entah kenapa rasanya menyenangkan menulis dan bertukar
surat dengan sahabat. Perasaan itu tidak akan sama dengan berkirim surat
elektronik atau mengirim pesan singkat lewat SMS, WhatsApp, Line, atau BBM.
Kenangan tentang saling bertukar surat hilang sudah.
Hingga
suatu hari, kira-kira pada awal April 2017, Kak Widia, Retanu Banten, memberi
tawaran yang menarik. Dia mengirim peang singkat melalui aplikasi WhatsApp. “De, mw ga ade2 dsna tukar surat sama ade2 dsini?,”
begitu isi pesannya. Terdapat beberapa singkatan kata, namun tetap bisa
dimengerti. Saya pun memberi balasan, “Siap,
Kak. Ayo jalankan”. Maka mulailah misi kami sebagai perantara para sahabat
pena ini. Surat dari sahabat pena Banten tiba di Samosir pada akhir Mei 2017.
Terdapat dua puluh anak Pasirhaur yang menginginkan sahabat pena dari Samosir.
Butuh waktu kurang lebih dua bulan bagi saya untuk mengirim balasan dari
sahabat pena di sini (Samosir). Ada alasannya. Pertama, dalam dua bulan ini
kuantitas anak-anak yang datang seringkali hanya berkisar pada angka satu
hingga empat, itu pun kebanyakan yang datang adalah anak-anak usia PAUD hingga
kelas dua. Padahal, banyak dari surat dari Banten berkisar pada usia kelas tiga
ke atas. Saya ingin paling tidak setara atau lebih tinggi kelasnya agar lebih
“cocok” secara usia. Kedua, anak-anak usia PAUD dan maksimal kelas dua ini ada
yang belum bisa menulis dan menolak untuk membalas surat. Maka saya sesekali
harus bergrilya mencari anak-anak yang cocok bersahabat pena.
Wajah ceria usai membalas surat dari sahabat pena mereka |
Hingga
kini, terhitung sudah dua kali bolak-balik kami menjadi perantarapara sahabat
pena ini. Ide yang baik ini tentu saja tidak boleh terhenti begitu saja. Saya
kemudian menawarkan kepada teman-teman SDN 21 Simbolon Purba, yang mengikuti
kegiatan Sabtu Bersama Kakak untuk menjalin pertemanan dengan sahabat pena.
Mereka pun ternyata tertarik. Awalnya saya ingin teman-teman ini bertukar
dengan teman-teman di daerah penempatan Retanu, tetapi kemudian saya berubah
pikiran. Hendak lebih berbeda rasanya jika saya mencoba daerah lain. Pikir saya
sekalian menjalin relasi.
Keputusan
saya pun terarah pada anak-anak binaan Komunitas Jaringan Relawan untuk
Kemanusiaan (JRuK) yang berbasis di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Singkat kata
setelah saling kontak dengan ketua komunitas mereka, saya pun dihubungkan
dengan coordinator rumah baca mereka. Rumah baca mereka, yang bernama Kopiko
(Komunitas Pinggir Kota) baru berdiri pada Agustus 2017. Setelah sepakat,
sahabat pena dari SDN 21 lalu memulai langkah pertama. Sebagai perantara,
secepat mungkin saya langsung mengirim surat-surat dari mereka.
Kini,
surat-surat tersebut sudah tiba dengan selamat di tanah kuda sandalwood
tersebut tinggal menunggu balasan dari mereka. Senang rasanya bisa menjadi
perantara bagi para sahabat pena, semoga semangat ini terus terjaga sampai
kapan pun. Kamu? Mau juga bertukar surat?
Komentar
Posting Komentar