NOTHING TO HIDE
#NonStopMenulis31Hari (28/12)
Supeeeeerb!
Buat yang baca judul ini dan langsung teringat dengan sebuah judul film... YAP! Betul sekali judul tulisan ini adalah judul film yang baru saja saya tonton siang tadi.
Film ini asalnya dari Perancis. Sederhana sekali dan relate dengan kehidupan kita sekarang. Bahkan sangking merasa sangat terhubung dengan film ini, selagi menulis kalimat ini rasa-rasanya saya ingin menonton kembali film ini.
Buat yang penasaran filmnya seperti apa bisa cari sendiri di internet. Paham lah yah di mana bisa menemukan film ini. Film yang sudah diadaptasi oleh sineas negara lain seperti Korea ini baru rilis Oktober 2018. Banyak netizen memberi review bagus atas film yang dimainkan 7 pemain ini. Saya pun hendak membuktikan review-review tersebut! Saya tidak akan cerita tentang film ini, tetapi saya akan menceritakan sisi yang serupa yang saya amati dan rasakan terjadi, membuat film ini sungguh dekat dengan kehidupan kita. Intinya film bercerita tentang sekelompok sahabat lama yang berkumpul pada suatu malam. Mereka memainkan sebuah permainan 'meletakkan smartphone di meja lalu kita terbuka dengan segala sesuatu yang terjadi pada smartphone kita'.
Banyak pertanyaan dan jawaban di antara mereka terkuak satu per satu. Berjalan begitu saja, membuat kita sebagai penonton sesekali tertawa atau bahkan merenung. Ah satu lagi ending film ini bukan sad atau happy ending! Twist ending! Anda akan dibuat terkejut!
Satu sisi yang saya dapatkan bahwa setiap orang punya dunianya sendiri yang bahkan orang paling terdekat dari kita pun tak dapat memasukinya. Tidak ada 'nothing to hide' dalam hidup! Theres something to hide! Sebagai individu yang memiliki satu kesatuan dalam diri dan jiwanya, Anda berhak membangun benteng Anda.
Tahu mana yang harus Anda simpan mana yang harus Anda utarakan. Sah-sah saja. Saya adalah orang yang sangat memegang teguh hal tersebut. Bahkan pada pasangan hidup semati atau pada orangtua. Ada batas-batas yang tidak boleh kita langgar dan kita paksa untuk ketahui dari orang lain. Theres ALWAYS something to hide and thats very geeewd!
Tahu mana yang harus Anda simpan mana yang harus Anda utarakan. Sah-sah saja. Saya adalah orang yang sangat memegang teguh hal tersebut. Bahkan pada pasangan hidup semati atau pada orangtua. Ada batas-batas yang tidak boleh kita langgar dan kita paksa untuk ketahui dari orang lain. Theres ALWAYS something to hide and thats very geeewd!
Ingat teori waktu kuliah!
Bicara soal benteng diri saya jadi teringat sebuah teori komunikasi tentang Interaksionisme Simbolik dan teori Pelanggaran Harapan. Interaksionisme Simbolik berasumsi bahwa manusia memiliki motivasi untuk bertindak berdasarkan pemaknaan yang diberikan ke orang lain atau komunikatornya. Pemaknaan ini ada atau terbentuk berasal dari bahasa yang tercipta antar manusia.
Dalam Nothing to Hide ada adegan tentang pandangan orang terhadap gay yang masih dianggap sinis bahkan di negara maju seperti Perancis. Aaah.. tidak usah terlalu jauh. Bahkan pada salah satu teman mereka sendiri yang ternyata adalah gay. Kita akui bahwa dalam keseharian kita its a common sense memandang LGBTQ sebagai suatu hal tidak wajar. Pemaknaan ini tercipta lalu berkembang melalui bahasa.
Berikutnya Teori Pelanggaran Harapan! Teori berfokus pada penafsiran pesan baik verbal khususnya non verbal yang tidak dengan mudah diterjemahkan begitu saja. Yang menarik teori ini mengungkap bahwa terdapat zona dalam komunikasi antar sesama. Terdapat empat zona. Dimulai dari zona terdekat atau terintim: zona intim, pribadi, sosial, dan publik. Bahwa dalam hidup sosial dengan orang lain, tiap individu memiliki batas (seperti yang sudah saya bilang).
Batas-batas ini yang menentukan jaraknya adalah individu itu sendiri. Bisa jadi menurut A memberi tahu isi gallery adalah hal lumrah masuk dalam zona sosial, tidak dengan B. Bisa jadi hal tersebut masuk dalam zona intim. Bahkan ekstrimnya, teori ini memberi ukuran zona tersebut, misal, zona intim ada pada jarak 0 hingga 18 inchi. Hmmmm tidak semudah itu, Fergusoooh!!! Tampak jelas dan terbukti zona ini batasannya adalah otoritas tiap individu. Salah satunya tentang menunjukkan isi pesan. Lea dengan senang hati mau menunjukkan isi pesannya, tetapi tidak dengan Marco.
Smarthphone lagi smarthphone lagi
Satu isu yang diangkat yang menjadi senjata utama dalam film ini adalah tentang smartphone. Betapa saat ini benda tersebut kini seolah kotak hitam dari manusia. Segala hal tertumpah di dalamnya. Bahkan hingga bisa membuat kita lupa diri dan lupa sesama.
Lebih suka menunduk, scroll up-down tanpa arah tujuan daripada saling tatap dan berbicara dari hati orang per orang. Momen di mana semua smartphone dikumpulkan di tengah meja pembicaraan intens pun terjadi di antara ke-7 tokoh utama film ini. Hal-hal yang selama ini terkubur bisa terkuak dan mencipta suasana yang lebih jujur. Saya suka bagaimana dialog yang tercipta di meja makan diantara semua tokoh tampak natural dan mengalir. Saya selalu mendamba pembicaraan hangat seperti itu.
Pada bagian ending, penonton kemudian akan ditampar.. Untuk apa semua itu? Tentang membuka apa yang menjadi batas pribadi yang tersimpan dalam benteng diri kita? Tetapi pada saat yang sama juga menyadarkan bahwa manusia masih membutuhkan sesama.
Semuannya terjadi hanya dalam satu latar waktu dan tempat. Sebagai gambaran betapa manusia sungguhlah kecil dan hidup dalam masa hidup yang singkat. Be wise..
Ciptakan batasmu, bentengmu, namun ingat bahwa ada sesama di sisi kita.
Remember, theres always something to hide... but sometimes... theres nothing to hide!
Komentar
Posting Komentar