OVERRATED ATAU TOO HIGH EXPECTATION?
#NonStopMenulis31Hari (26/31)
Ini bukan review film ya. MONMAAP kurang ngerti film nih. Cuma cerita aja. Dan mencoba siapa tahu besok-besok bisa review film.
Dua malam yang lalu saya baru saja menonton film Milly dan Mamet. Saya penasaran ingin menonton film ini hanya karena begitu banyak review yang positif tentang film ini. Ini kali pertama saya tergiur menonton karena review orang-orang. Belum lagi dalam 3 hari pemutaran, film ini sudah ditonton 300 lebih penonton. Makin penasaran lah diriku.
Akhirnya saya menonton film garapan pasangan Prakasa ini.
Awal nonton sudah merasakan perasaan yang janggal..
Kok rasa-rasanya bakal jauh dari ekspektasi saya yah.. Pikir saya kala itu. Saya biasanya menebak film dari awalannya. Sama seperti berita, awalan film ini ibarat lead. Jika dari lead saja kurang nonjok, ucapkan selamat tinggal. Pembaca kemungkinan besar akan meninggalkan tulisan Anda. Asumsi ini sudah tertempel dalam pikiran saya dan seringkali terbawa ke berbagai hal. Salah satunya ketika menonton film.
Pertama, tentang hal-hal yang menurut saya kurang atau janggal dari film bernuansa pink biru ini. Diawali dengan pembuka yang menurut saya terlalu garing. Adegan duo pemain utama dengan Gank Cinta yang kurang mengalir. Ada yang janggal. Beranjak ke jantung cerita : konflik. Saya merasa konflik yang ada terlalu sederhana dan di-ada-ada tanpa ada penyelesaian yang tuntas. Sehingga menyimpan banyak tanda tanya yang tidak jelas arahnya. Hal ini tampak dari adegan hampir ending antara Milly dan James. Bertemu di ruangan James, pembicaraan keduanya tidak ditampilkan secara utuh. Tiba-tiba masuk Mamet, ada adegan tangis Mamet, lalu adegan berpelukan Milly dan Mamet lalu akhirnya kedua berbaikan. Konflik pun selesai. Saya sendiri tidak menangkap dnegan jelas akhir dari penyelesaian.
Saya sendiri dibuat bingung. Berikutnya terkait film yang sebenarnya bernilai AADC sentris. Nyatanya, sepanjang film penonton dibuat lepas dari hal tersebut. Padahal harapan saya AADC tidak hanya sekedar ditempel begitu saja. Atau bisa saja memang maunya seperti itu? Tapi rasanya sayang sekali karena sekedar saja. Saya membayangkannya lebih dari itu.
Kedua, hal-hal yang membuat saya memuji karya anak bangsa satu ini. Secara plot keseluruhan meski konflik dan penyelesaianya gak nendang, film ini memiliki plot ringan yang mudah diterima. Tentang pasangan muda dan dinamikanya : anak atau pekerjaan. Relateable dengan situasi pasangan-pasangan muda zaman kini. Namun sayang kurang relate dengan saya. Sissy dan Dennis sebagai Milly-Mamet berhasil unjuk gigi dengan acting mereka yang luar biasa. Saya jatuh cinta dengan keduanya! Sangat natural dan memiliki chemistry yang sangat kuat.
Selain duo pemain utama ini, yang berhasil menarik perhatian adalah Isyana Sarasvati. Gileee sih Isyan.. HAHA. Keren actingnya. Dia main dengan sesuai dengan karakter aslinya rasanya. Belum lagi penonton dibuat terkocok denga jokes si anjing, si kucing, dan si monyet.
Secara keseluruhan, jika mau dibandingkan dengan karya-karya Ernest sebelumnya, menurut saya Cek Toko Sebelah is still the best one. Secara packaging dan branding film sudah sangat menjual dan membuat banyak orang penasaran. Sayang secara eksekusi saya rasa masih jauh dari ekspektasi saya. Apalagi saya begitu banyak membaca review yang bagus tidak hanya dari netizen melainkan juga dari kritikus dan pemerhati film serta aktor kenamaan di Indonesia.
Namun yang terpenting saya bersyukur Indonesia memiliki Ernest Prakasa yang belakangan tahun ini produktif menghasilkan film-film dengan ide segar. Jokesnya juga amat baik dengan penempatan punchline yang nonjok! Salah satunya yang paling saya ingat adalah "yang kamu lakukan ke saya itu, jahit!"So original dan buat penonton teringat AADC. Ndak lepas gitu.. Kayak gini ini yang saya maksud.
Sekali lagi selamat untuk Ernest Prakasa dan seluruh tim.
Panjang umur industri kreatif Indonesia!
Komentar
Posting Komentar