SEBUAH HARGA UNTUK DEKAT DENGAN ORANGTUA

#NonStopMenulis31Hari (13/31)

Buat kamu yang merantau.. Momen kedekatan secara fisik dengan orangtua adalah sesuatu yang sangat berharga. Ini asumsi pribadi saya dan berdasarkan cerita dari teman-teman semasa saya masih merantau juga dulu. 

Tetapi di sisi lain. Jauh dari orangtua juga merupakan sebuah kesempatan. Tanpa ikatan yang berarti secara fisik, kita bisa bebas. Terserahlah bebas yang seperti apa yang tiap orang definisikan. Tetapi bagi saya.. Bebas dalam arti memiliki ruang yang luas untuk melakukan apa yang saya sukai tanpa harus dibatasi secara berlebihan.Sebagai anak perempuan saya sadar, jika saya dekat dengan orangtua mereka banyak memberi batasan.

Saya sudah pernah cerita sebelumnya. Tentang saya yang ingin kembali ke Kupang selain untuk bisa memiliki koneksi di tanah sendiri, lebih dari itu saya ingin lebih dekat dengan orangtua saya. 

Sudah hampir setahun saya di rumah. Bersama mereka. Senang tentu saja rasanya. Tetapi jauh sebelum memutuskan pulang saya sudah berpikir tentang banyak kemungkinan yang pasti terjadi. Salah satunya tentu aja tentang batasan-batasan. Tidak boleh keluar kota dengan menggunakan motor. Tidak boleh keluar lebih dari jam 10 malam. Tidak boleh pergi ke gunung. Tidak boleh terlalu banyak bepergian. Sertaaaaaa segudang tidak boleh tidak boleh yang lain.

Padahal jika jauh dari orangtua, larangan-larangan itu daya abaikan begitu saja. Saya beritahu apa yang memang saya ingin beritahu. Bahkan terkadang saya tidak memberitahu apa yang seharusnya saya beritahu. HEY! Saya yakin kamu semua yang juga merantau melakukan hal yang sama dengan saya!

Salah satunya yang jarang saya beritahu adalah tentang bepergian. Ke luar kota pakai motor, naik gunung lalu pulangnya kecelakaan, atau pergi keluyuran pulang subuh. Lalu sekarang.. Hal-hal seperti itu tidak bisa lagi saya lakukan.

Kalau mau pergi ke luar kota yang jaraknya 2-3 jam saja tidak boleh menggunakan motor! Sekalipun dibonceng, harus bisa memohon dengan susah payah luar biasa. Tetapi sangat sulit mendapatkan izin dari orangtua saya apalagi bapa saya.

Hal lain adalah terbatasnya akses saya untuk main atau ngumpul sama teman-teman. Sungguh-sungguh dibatasi! Selepas pulang kantor ya pulang! Tidak keluyuran ibarat rumah hanya dijadikan tempat sarapan dan tidur malam. Ya ya ya... Mereka butuh diberi pengertian. Mereka lebih mengharapkan saya yang fokus dan produktif. Kerja ya kerja. Istirahat ya pulang di rumah. Padahal definisi istirahat saya adalah pertama kumpul sama teman-teman non kantor selepas kerja misalnya. Atau rapat dan berkegiatan dengan teman-teman komunitas. Atau sekedar keliling-keliling barang 20 menit selepas pulang kerja.

Definisinya saja sudah berbeda. Ya ya ya... Mereka butuh diberi pengertian. Apalagi mereka selama ini lebih sering tidak berhadapan langsung dengan kegiatan anak perempuannya yang kalau sedang jauh dari orangtuanya lebih suka kampal-kumpul dengan teman-temannya. Entah membicarakan hal yang unfaedah atau hal-hal yang berfaedah.

Itulah harga yang harus saya bayar karena mau dekat dengan orangtua saya. Tinggal bersama mereka, menjaga mereka, dan hadir di saat-saat saya atau mereka membutuhkan saya. Kalau saya mau dekat sama mereka ya saya harus menyesuaiakan diri dengan apa yang menjadi aturan dari mereka. Apa yang menjadi 'definisi' hidup-kerja-sosialnya mereka. Sulit memang, tetapi saya banyak belajar.

Dulu saya bisa lebih bisa bebas menentukkan apa yang saya mau. Apalagi kala itu masih dalam keadaan jauh lebih labil dari sekarang. Dulu saya bebas sekali, tetapi "harga yang harus saya bayar" adalah harus rela jauh dari orangtua dan siap-siap menerima apapun yang terjadi dengan mereka tidak saya ketahui secara langsung. Atau tidak saya ketahui seutuhnya karena saya jauh.

Saya hanya tidak mau semakin dalam kondisi tidak tahu kondisi mereka seutuhnya secraa lebih dekat. Saya hanya takut saya tidak lagi punya kesempatan, hingga akhirnya saya harus membayar lebih dengan berbagai penyesalan yang tiada berujung.
Ini harga yang memang harus saya bayar. Mau tidak mau. Yang pasti pula yang saya bayar kini masih nyicil, kak! HEHEH. Nyicil dalam artian terus belajar untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan orangtua. Jangan sampai kelak utang saya numpuk lalu tak mampu lagi saya bayar. Lebih gawat!!! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SAKSI BISU CERITA SAKTI SANG RAJA

Turis Lokal Minggir!

AIR TUJUH RASA DI DESA AEK SIPITU DAI